ANJUANDO
F. NAIBAHO
"Pewaris
Usaha CNI "
Mewarisi
bisnis MLM tidak pernah singgah dalam benaknya. Namun, anak muda ini berhasil
mengembangkan warisan ayahnya mencapai posisi puncak di MLM CNI.
Pernah lihat iklan CNI di layar kaca? Anak muda ini tampil sebagai
penerima warisan MLM CNI yang berhasil. Tangannya mengayun-ayun, mengajak
pemirsa bergabung. Nah, anak muda tertubuh tambun ini, bernama Anjuando F.
Naibaho.
Namun, perannya sebagai penerima warisan, bukan cuma sekadar akting ataupun
tuntutan skenario saja. Melainkan, kiprahnya sebagai penerima warisan MLM CNI,
benar-benar kenyataan. Ia berhasil mengembangkan warisan kedua orang tuanya �
pasangan Saverius Naibaho dan Lucia Sihombing � dari peringkat Diamond Agency
Manager (DAM) meningkat ke posisi puncak: Crown Agency Manager (CAM). Dua buah
mobil mewah
Mercedez Benz New Eyes dan BMW, berhasil diraih. Belum lagi ditambah kepemilikan
rumah, dan bonus per bulannya yang mencapai ratusan juta. Yang membawa Anjuando
termasuk jajaran top orang-orang kaya di MLM.
Padahal, berkah "warisan MLM" ini tidak pernah melintas dibenaknya.
Cita-citanya hanya menjadi seorang arsitek, sehingga memilih Fakultas Teknik
pada sebuah Universitas di Bandung. Namun, suratan takdir menentukan lain.
Ibunda tercinta, menyusul ayahnya menghadap Sang Pencipta, September 1996 lalu.
"Waktu itu, saya hanya disuruh menjaga mama saja yang waktu itu sakit
keras," kenang bujangan yang lahir di Medan, 15 April 1974.
Menurutnya, saat itu tidak ada tanda-tanda bakal melanjutkan estafet bisnis CNI.
Sebab, selain menjaga mama, ia hanya diminta disuruh bekerja. Kebetulan saat
bisnis ini ia dijalankan, bagaimana hak dan kewajibannya, dan dasar-dasarnya
sudah ia dipahami.
Ia baru terkejut, setelah mamanya menghembuskan napas terakhir.
Sesuai keputusan keluarga, anak kedua dari enam bersaudara ini
diminta melanjutkan usaha kedua orang tua. "Sebetulnya masih ada kakak.
Tapi, karena sudah berkeluarga dan punya kesibukan, dia akhirnya menunjuk
saya," kenang Anjuando yang berhasil menyandang gelar MBA dari sebuah
perguruan tinggi di Medan. Tanpa dapat mengelak, bisnis ini akhirnya dilakoni,
walaupun berbagai keraguan muncul. Misalnya, apakah sanggup mengembangkan bisnis
ini? Atau sebaliknya, ditangannya bisnis ini makin melorot? Lalu bagaimana
dengan CNI sendiri?
"Jadi, saya harus bertekad mendalami bisnis ini. Tidak hanya bertanya dan
menerima. Tapi, harus mempelajarinya dengan detail," ujarnya dengan nada
tinggi. Ia lantas mengikuti berbagai training, termasuk berbagai persyaratannya
yang digelar pihak perusahaan. Selain itu, juga banyak konsultasi dengan para
leader di Medan, yang kebetulan sahabat papanya. Salah satunya yang banyak
membantu di lapangan adalah Sri Baginda Siregar.
"Setelah mengerti, baru saya tetapkan target, dan apa yang saya harus
lakukan," tambahnya. Langkah pertama, menganalisa jaringan yang terbentuk,
khususnya mereka yang membutuhkan dukungan. Sumatera Barat menjadi pilihannya.
Ia langsung menemui mitranya, membuat komitmen untuk saling kerjasama. Hasilnya
tidak main-main, dalam tempo setahun melanjutkan warisan, peringkatnya naik
menjadi Double Diamond Agency
Manager, 1996. Pada Agustus di tahun yang sama, sebuah mobil BMW seri 5
diraihnya. Mei 1999, saat negeri ini dililit krisis, peringkatnya tercapai,
disusul perolehan komisi kepemilikan rumah seharga Rp 600 juta. Di garasi
rumahnya, koleksi mobilnya bertambah Mercedez Benz New Eyes, 2001 lalu.
"Puji Tuhan. Saya berhasil mengembangkan warisan ini," katanya dengan
mata berbinar-binar. Menurutnya, semua MLM � lepas dari perusahaannya, selalu
dapat diwariskan kepada keluarga ataupun orang lain, sesuai penunjukkan surat
wasiatnya. Hanya saja, persoalan yang muncul, dapatkah bisnis ini dikembangkan
dengan baik? "Inilah sebenarnya tantangan yang paling besar,"
paparnya. Karena itu, dukungan keluarga sangat diperlukan, sesuatu yang mutlak
sifatnya.
Jadi,
katanya, tidak salah bila MLM dinilai sebagai bisnis keluarga,
di mana istri dan anak terlibat di dalamnya. Bahkan lebih dari itu.
Anjuando menyebut, kakak dan adik-adiknya adalah pemilik saham dari usaha MLM
CNI. Sebab, setelah kedua orang tuanya tiada, mereka terlibat dalam bisnis ini.
"Karena itu, kita menikmati warisan dari orang tua yang kita kembangkan
bersama," tuturnya pada Lian Lubis yang menemuinya di Hotel Ibis, Slipi
Jakarta Pusat.
Namun, karena kesibukan, wawancara itu tidak berlangsung lama. Ia minta
dilanjutkan di Gedung Graha CNI. maklumlah di situ, anak kedua dari enam
saudara, punya jadual melakukan presentasi bersama CAM lainnya, Heriyanto dari
Surabaya. "Presentasi saya ini nyata, berdasar pengalaman. Dan sudah
berhasil, hingga mencapai Crown. Jadi, kalau Anda ingin berhasil, ikuti cara
saya berbisnis CNI," ujarnya tertawa, yang disambut tepukan tangan oleh
para peserta. Berikut kutipan wawancaranya:
Anda tidak menyangka diwarisi bisnis ini. Apakah Anda demam panggung"
saat memulainya?
Soal itu jelas sekali. Tidak mungkin saya langsung stabil. Ketika
disuruh bicara, saat mengikuti training Paket A, saya langsung grogi. Sebab,
ketika menjadi mahasiswa, saya tidak pernah tampil. Saya hanya cerita testimoni
saja, seperti bagaimana saya menjalani dan sebagainya. Tapi, karena proses
pembelajaran terus menerus, saya mampu meminimalkan grogi tersebut. Itu saja
kuncinya, belajar dan belajar terus.
Boleh tahu tantangannya?
Pada umumnya rasa khawatir saja. Apakah saya mampu mengembangkannya? atau
malah justru menurun? Apakah di CNI bisa bertahan lama? Namun, setelah mengikuti
berbagai training, terutama mengetahui misi dan visi perusahaan, saya bertambah
yakin. Saya fight penuh di CNI. Nah, dalam pelaksanaan, tantangan paling besar
ketika mendapat point besar, tiba-tiba langsung anjlok, lalu mitra lari ke MLM
lain atau digaet orang lain. Tapi, saya tetap berinteraksi dengan mitra yang
setia di bisnis ini. Buat saya ini prinsip. Walau berprestasi, kalau tidak
setia, tidak usahlah.
Itu kan internal, ekternalnya?
Meyakinkan orang lain yang melecehkan bisnis ini. Jangankan orang lain, keluarga
sendiri saja, tidak ada yang mau. Tidak percaya pada bisnis ini. Itulah
tantangannya.
Apakah kemampuan Anda juga diragukan?
Itu sih pasti ada. Maklum, saya hanya melanjutkan. Jadi, dianggap
belum punya pengalaman. Buat saya, itu sih sah-sah saja. Dan itu
tantangan, bisa tidak kita menepis anggapan itu. Puji Tuhan, saya
berhasil, ditandai naiknya peringkat. Lalu bagaimana jika downline tidak mampu
menjual? Apa solusi Anda, mengingat pengalaman Anda masih minim saat itu? Saya
langsung meniru cara menjadikan menjual itu gampang. Lalu, saya bantu dan ajak
mereka training. Saya demo produk-produk, menjual langsung, serta terjun ke
dalam praktek lapangan.
Apakah sikap tersebut hasil training?
Oh, jelas sekali. Saya benar-benar merasakan adanya perubahan sikap, terutama
dalam berpikiran positif. Kalau dulu, bila melihat
ketidakberesan dan ketidakbenaran, mungkin kita marah-marah. Tapi di training,
kita tidak diajarkan seperti itu. Kita harus menganalisa dulu, kenapa tidak
beres? Kenapa tidak bagus? Artinya, kita jangan mau untungnya, mau enaknya saja.
Kalau susah tidak mau, lalu marah-marah.
Apakah Anda sependapat, MLM yang baik punya training terjadual
untukmeningkatkan SDM membernya?
Setuju saja, tapi mesti ada beberapa penambahan. Sebab, dalam bisnis ini, kita
harus bekerja sama dengan mitra, membuat strategi dengan upline. Lalu, dalam
rangka mendukung bisnis ini, juga diperlukan produk yang berkualitas. Bukan
produk yang sembarangan. Nah, MLM yang benar itu, harus punya pendidikan, dan
sifatnya global mulai dari dasar, menengah dan atas. Semua bertingkat.
Jadi, tidak dipisah-pisahkan?
Betul sekali. Karena namanya produk, pelatihan dan marketing plan, merupakan
satu sistem. Bila ada yang kurang, maka mengganggu sistem keseluruhan.
Anda
sependapat MLM perlu diperkenalkan kepada mahasiswa?
Soal itu, saya sependapat sekali. Kebetulan, banyak jaringan saya
anak-anak muda. Banyak juga mahasiswa.
Apa penilaian mereka tentang MLM?
Pada mulanya, kalau dijelaskan mereka mencibir. Menganggap bisnis ini kacangan,
tidak sesuai dengan pendidikan yang digeluti. Tapi, bila ada downline yang
berprestasi menerangkan, baru mereka yakin. Dan soal itu, saya juga mengalami.
Mereka menolak juga keberadaan saya.
Lalu, pendekatan apa yang Anda lakukan kepada orang-orang muda?
Saya lebih banyak membicarakan soal masa depan. Sebagai orang pendidikan,
sepatutnya mereka bisa melihat ke depan. Lalu, saya tekankan, bagaimana orang
tua susahnya mencari uang. Kalau bapaknya pegawai, maka menunggu sebulan untuk
memperoleh uang. Selama itu pula, banyak yang mereka kerjakan. Jadi, saya
berusaha membuka wawancaranya dulu, menyadarkan tanggungjawabnya.
Lantas?
Jika mereka sadar, baru saya menjelaskan tentang MLM. Bagaimana bisnis ini
dijalankan, tanpa harus mengucurkan modal besar, waktunya yang fleksibel, tidak
terikat kepada ruang.
Bagaimana
keberhasilan bisnis ini dapat dicapai dan sebagainya?
Di
MLM, jika punya kemauan, sukses dapat diraih 3-4 tahun, di mana penghasilannya
tanpa batas. Semua itu dijelaskan dengan santai, bercanda dan minum kopi. Tapi
ingat, jangan minum kopi yang lain (tertawa panjang)?
Hasilnya?
Ya, namanya mensponsori, kan ada yang berhasil dan tidak.
Dari
pengalaman, apakah orang yang punya pendidikan mudah dimotivasi?
Bicara soal motivasi, itu tergantung kepada pikiran. Bila punya tekad dan
kemauan, saya yakin orang bisa ambil keputusan. Misal, bila saya bicara tentang
siklus hidup dulu. Nah, orang bekerja itu � apa pun jenisnya, ujung-ujungnya
dapat penghasilan, yang kemudian dibelanjakan untuk keperluan rumah tangga dan
sebagainya. Di CNI itu beda. Beli produk dulu, baru dapat penghasilan. Dan, biar
penghasilan itu besar, maka ajaklah rekan-rekan Anda, saudara, tetangga untuk
berubah cara belanjanya. Artinya, penuhilah kebutuhan rumah tangga
Anda dengan CNI. Nah, pendekatannya tetap pada masa depan.
Tapi kan, kenyataanya tidak mudah mengajak mereka bergabung?
Saya pikir banyak faktornya. Salah satunya, ya money game. Dulu, masyarakat
Medan itu, memandang semua MLM sama dengan money game. Itu yang paling berat
mengubahnya. Jadi, insan-insan MLM, tidak boleh diam begitu saja. Harus perangi
dan menjelaskannya secara benar. Paling utama, saya pikir, menjelaskan soal
produk, tidak usah bicara soal sistemnya. Setelah konsep produk mereka jalankan,
akhirnya dapat penghasilan. Barulah mereka akan melihat tata cara penghasilan
yang benar di MLM. Tidak seperti money game, orang pertama selalu untung
tidak peduli korbannya.
Dulu, banyak orang bilang, Bapak saya mau menipu. Sebab, kontraktor besar kok
ditinggalkan, lalu dagang obat-obatan. Saya pikir, waktu itu, wajar saja, karena
belum ada sistem yang terbukti. Saya percaya, Bapak saya itu suka mencoba
hal-hal yang baru. Karena dianggap baik, makanya bapak terjuan total di bisnis
ini.
Apa obsesi Anda ke depan?
Soal warisan, semua orang pasti memperolehnya dalam konsep MLM. Begitu juga
di CNI, bila ingin mendapat warisan, ya harus dengan berjuang. Nah,
persoalannya, bagaimana warisan pejuang itu dapat kita teruskan, kita
pertahankan agar lebih makmur. Jangan seperti negara ini warisan hutangnya
banyak. Saya ingin, lewat warisan yang diperoleh itu, keluarga benar-benar
menikmati usaha ini dan mampu meningkatkan taraf hidup keluarga dan para mitra
di jaringan saya.
Bagaimana kiat berhasil di MLM?
Secara khusus, ya terus bertahan. Sebab, bisnis itu kan tidak stabil,
selalu turun naik. Jadi harus meningkatkan kinerjanya, dengan tetap bertahan
dalam koridor-koridor MLM itu sendiri. Jangan cepat pindah ke MLM lain dan jadi
supermarket. Kita harus benar-benar memahami produk dan sistemnya.
|